Kisah Cinta Kecil: 'Semuanya Dimulai dengan Polos'

Semuanya dimulai dengan begitu polos: salju turun di senja hari, kobaran api, pelukan tiga sahabat lama. Segera, saya hanyut di sungai cinta bersama suami dan teman kami. Kedua pria tersebut bersikeras bahwa segala sesuatunya bersifat wajar, terbuka, dan tidak posesif. Tetap saja, saya khawatir: Apa yang akan dikatakan pacar teman kita tentang ménage à trois kita? “Bagaimana kamu bisa melakukan hal sebodoh itu?” katanya ketika dia pulang nanti. “Kami baru saja, uh, jatuh ke tempat tidur,” dia tergagap. “Kamu jatuh ke tempat tidur itu?” teriaknya sambil menunjuk tangga menuju loteng tinggi. Ups. — Pamela Jane

Suami saya mengajak saya berkemah di dekat Yosemite setelah saya kehilangan kehamilan ke-12. Merasa hampa, aku memikirkan Malam Tahun Baru yang kami rayakan di awal hubungan kami: Kami setengah mabuk, pusing, penuh kemungkinan. Suamiku tidak mengetahuinya akhir-akhir ini, aku berusaha mencari alasan untuk hidup di dunia jika aku tidak bisa menjadi seorang ibu. Namun di sini, di bawah bayang-bayang pegunungan kuno, dia berbalik, tersenyum, dan aku ingat betapa aku merasakan kasih sayang di Tahun Baru itu ketika dia meraihku. “Jangan tinggalkan aku sekarang,” katanya saat kerumunan orang menghitung mundur. Saya tidak akan pergi. — Hanna Bartel

Istri saya memesan makanan untuk dibawa pulang dengan iPhone-nya, tetapi kartunya ditolak. Dia membentakku saat aku mencoba membantu. Aku terdiam, menjadi perisai pelindung. Saat kita terluka, kecenderungan kita adalah menjadi kecil. Congkak. Berarti bersemangat. Pada saat-saat seperti ini, saya bertanya-tanya bagaimana konflik-konflik dunia akan terselesaikan ketika kita berdua, yang telah berkomitmen untuk saling mencintai, lebih memilih mencari-cari kesalahan daripada memperbaiki pelanggaran yang relatif kecil. Dia meminta pelukan, jadi aku memeluknya. Saya membuat dua cangkir teh. Letakkan selimut di atas bahu. Mungkin dengan gerakan kecil. Tapi hatiku terasa sangat besar. — Nicole R. Zimmerman

Suami saya dan saya tidak pernah memiliki anak. Namun, di akhir usia 60an, kami mewarisi seorang remaja. Dia adalah putra teman saya, yang dikandung melalui IVF Ketika dia, seorang ibu tunggal dari remaja berusia 17 tahun ini, meninggal secara tidak terduga selama pengobatan kanker, dia meminta untuk tinggal bersama kami. Kami mengiyakan tsunami ini yang merupakan perubahan hidup bagi kita semua. Bersama dengan keluarga besar kandungnya, kami mengarungi perairan yang dalam dan tidak menentu ini. Kini kami adalah keluarga jenis baru: keluarga yang tidak ingin ia wujudkan, keluarga yang tidak pernah kami duga, keluarga yang kita semua duka dan rayakan. Bersama-sama, mulai hari ini dan seterusnya. — Bev Mondillo Wright