Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana mengubah basis proses Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menjadi berbasis pendidikan belajar sambil bekerja di rumah sakit. Terkait rencana ini, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Unair Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG(K)., sekaligus koordinator Academic Health System (AHS) wilayah 5 dan Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) dan mewakili berbagai unek-unek FK di Indonesia menanggapi rencana tersebut.
“Untuk saat ini sepertinya kita masih butuh waktu. Mungkin tiga tahun lagi kita siap,” ujarnya disela pelaksanaan Raker FK Unair, Senin (12/12).
Menurutnya, ada berbagai hal yang perlu dipersiapkan mulai dari SDM di rumah sakit hingga sistem pelaksanaan PPDS yang berbasis rumah sakit.
Diakui Prof Budi jika di luar negeri ada pelaksanaan PPDS yang berbasis rumah sakit. Hanya saja Indonesia masih butuh waktu untuk menerapkannya.
“Kita sepertinya masih butuh waktu. Mungkin tidak sekarang, mungkin tiga tahun lagi siap karena perlu menyiapkan SDM nya dan sistemnya juga perlu dibuat dulu,” tandasnya.
Sembari menyiapkan rumah sakitnya, kata Prof Budi, kualitas lulusan dokter spesialis lebih penting daripada kuantitas. Apalagi sebenarnya sudah ada program yang sangat bagus untuk menjawab masalah produksi dan distribusi yakni melalui AHS yang selama ini sudah dilaksanakan Kemenkes, Kemendikbud, Fakultas Kedokteran.
“Di dalam AHS ini juga melibatkan Pemprov, Pemda dan Pemkab. Sehingga Indonesia dengan 38 provinsi dibagi menjadi 6 wilayah AHS,” tukasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Prof Budi juga menyinggung terkait pemberian honor kepada PPDS selama menjalani masa pendidikan.
“Sudah ada aturannya itu, hanya saja (ada rumah sakit) yang belum mampu. Kami di RSUD Dr Soetomo sudah mampu memberikannya walaupun jumlah mulai Rp 1.200.000 sampai Rp 2.000.000. Ini sudah berjalan sekitar setahun atau dua tahun lalu,” tegasnya.