Sidang vonis kasus kejahatan jalanan klitih yang menewaskan seorang pelajar di Gedongkuning, Yogyakarta, pada April 2022 silam berlangsung panas. Majelis Hakim yang memimpin persidangan di Pengadilan Negeri Yogyakarta pada Selasa (8/11) tersebut dinilai tidak objektif karena memberikan vonis 10 tahun penjara kepada Ryan Nanda Saputra, dan 6 tahun kepada Fernandito Aldrian Saputra dan Muhammad Musyafa Affandi.
Kepala Humas PN Yogyakarta, Heri Kurniawan, membantah Majelis Hakim yang dipimpin oleh Suparman memimpin sidang perkara tersebut tidak objektif. Putusan tersebut menurut dia merupakan hasil musyawarah Majelis Sidang berdasarkan fakta-fakta persidangan yang terungkap.
“Itu sudah keputusan bulat melalui proses musyawarah berdasarkan fakta-fakta persidangan yang ada,” kata Heri Kurniawan, Selasa (8/11).
Heri juga menyampaikan, bahwa pihak terdakwa sah-sah saja mengeluarkan pernyataan apapun, termasuk penolakan terhadap putusah hakim.
“Tapi sekali lagi, itu sudah bulat. Toh mereka juga mengikuti semua proses persidangan,” lanjutnya.
Dia mempersilakan kepada pihak terdakwa untuk mengajukan banding dan menyampaikan semua bentuk keberatan tersebut dalam banding tersebut.
“Nanti dibanding saja. Silakan dia mau menanggapi apapun terhadap putusan itu, mau berkomentar seperti itu silakan, enggak masalah,” tegas Heri Kurniawan.
Hal tersebut juga disampaikan oleh ketua sidang, yakni Suparman, saat mencoba menenangkan massa setelah Majelis Hakim membacakan putusan. Dia mengatakan, putusan Majelis Hakim tersebut baru berupa putusan tingkat pertama, sehingga terdakwa masih bisa mengajukan banding.
“Perkara ini masih putusan tingkat pertama, masih bisa upaya hukum, bisa banding nanti kalau enggak terima,” kata Suparman.
“Ini (berdasarkan) fakta yang terungkap si persidangan seperti itu,” tegasnya.
Sebelumnya, kuasa hukum terdakwa, Taufiqurrahman, mengatakan keberatannya atas putusan Majelis Hakim tersebut. Dia mengatakan bahwa majelis hakim tidak memutuskan persidangan secara objektif karena mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan.
“Putusan ini putusan yang zalim, karena fakta persidangan jelas berbicara seperti apa, jelas tidak ada saksi yang tahu siapa pelali dari kejahatan ini,” tegas Taufiqurrahman.