Ketua DPP PKB Luluk Nur Hamidah turut memberikan pandangan soal isu reshuffle kabinet yang belakangan santer. Menurutnya, apabila ada reshuffle, Presiden Jokowi tak akan mengutak-atik menteri PKB.
Menteri dari PKB saat ini yakni Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.
Meski, Luluk menegaskan persoalan reshuffle adalah hak penuh presiden.
“Saya tidak tahu itu ranahnya pimpinan. Tapi pasti Pak Presiden tahu lah apa yang harus dilakukan. Dan PKB enggak mau aduk di air keruh. Semua ke presiden,” kata Luluk kepada kumparan, Selasa (10/1).
“Kita pastikan kader PKB baik-baik aja. Ya kalo ditambah boleh dong, tapi diambil jangan sampai,” imbuh dia.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menilai menteri dari Partai NasDem yakni Mentan Syahrul Yasin Limpo dan Menteri LHK Siti Nurbaya perlu dievaluasi. Djarot, yang merupakan anggota Komisi IV DPR selaku mitra Kementan dan Kementerian LHK menilai kinerja SYL dan Siti Nurbaya kurang memuaskan.
Soal itu, Luluk yang juga merupakan anggota Komisi IV, mengakui Mentan dan Menteri LHK punya sejumlah kinerja yang perlu diperbaiki. Namun, menurutnya kinerja yang kurang memuaskan perlu dilihat dari kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya.
“Kementan ada prestasinya, daru penghargaan FAO soal pangan. Juga prestasi di bidang lingkungan hidup, walaupun kemarin indeks kualitas lingkungan kita masih sangat rendah di Asia Tenggara. Tapi kita lihat anggarannya juga kecil, kurang dari 1% APBN. Kemudian di Kementan persoalan data,” kata Luluk.
“Tapi kan ini masalah pemerintahan. Data itu selalu ada tumpang tindih. Makanya ada istilah single data dari BPS. Tapi ternyata untuk konteksnya pertanian enggak disepakati, jadi data ada macem-macem. Ada perdagangan, kalau Kementan udah sama dengan BPS. Jadi basis data. Tapi kan ada kementerian lain yang terpisah,” tambah dia.
Ia melanjutkan, soal beras impor yang menuai kontra dari sejumlah pihak, juga bukan sepenuhnya hasil kinerja Kementan.
“Itu jelas [jadi evaluasi], tapi ini bukan semata salahnya Kementan. Yang kita minta pemerintah duduk bareng, dasarnya apa impor. Kalo dasarnya Kemendag karena ketersediaan enggak cukup. Tapi kan Kementerian Pertanian nyatakan data produksi kita cukup. Kita tanya basisnya apa? Data BPS,” ujar dia.
“Makanya 3 sumber ini perlu diverifikasi, kalau datanya belum ketemu ngapain impor? Maka harus disetop, kalo enggak ugal-ugalan. Dulu udah pernah satu tahun sebelum pemilu impor gede-gedean. Jadi siapa yang nitipin ini? Dan siapa yang diuntungkan? Kalo petani jelas dirugikan,” jelas dia.
Sebab itu, Luluk menilai bukan ranah Komisi IV untuk mengevaluasi kinerja menteri terkait reshuffle. Ia menambahkan, Jokowi bisa saja mengganti menteri dengan alasan subjektif.
“Kalau kita tidak masuk dalam ranah politik yang itu kewenangannya presiden. Karena memang untuk reshuffle, itu hak presiden dan presiden bisa nilai pembantunya yang layak dipertahankan dan diganti termasuk dengan pertimbangan apa kalau iganti. Di Komisi IV kita beri masukan konstruktif, enggak lihat oh ini menteri dari partai apa. Karena itu di luar ranah kita,” ujar dia.
“Kita tidak pada posisi ini menteri enggak layak, tapi kita nilai program ini masuk akal apa enggak, penetapan anggaran pos-posnya relevan apa enggak. Nah, soal reshuffle terserah presiden. Bahkan enggak harus punya masalah kalau presidennya mau ganti boleh. Terserah dia dong,” pungkas Luluk.