Presiden Partai Buruh , Said Iqbal, memberi sikap bahwa kaum buruh memilih Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu ) UU Cipta Kerja (Ciptaker) terbit ketimbang beleid tersebut dibahas kembali di DPR .
Said menjelaskan, buruh sudah tidak percaya DPR karena dinilai sering menyakiti rakyat. Dia merasa dibohongi oleh DPR karena tidak menyerap aspirasi buruh dalam persoalan UU Cipta Kerja , meski mereka mengeklaim 80 persen usulan buruh dan petani sudah diadopsi.
Terlebih lagi, lanjut dia, belum lama ini DPR telah mengesahkan UU KUHP, di mana ada pasal tentang unjuk rasa tanpa pemberitahuan bisa dipenjara. DPR juga mengesahkan UU PPSK, yang mana JHT buruh tidak bisa lagi diambil seluruhnya ketika buruh di PHK.
Said menjelaskan, UU Ciptaker yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK), memberikan waktu 2 tahun kepada pembuat undang-undang untuk melakukan perbaikan, jika tidak akan inkonstitusional permanen.
Untuk memenuhi persyaratan MK, pembuat undang-undang alias DPR pun telah menyepakati pembahasan UU Ciptaker menjadi prolegnas prioritas, serta merevisi UU PPP sebagai pintu masuk pembahasan omnibus law.
Melihat situasi yang demikian, Partai Buruh berdiskusi dengan pakar hukum tata negara. Ada dua pilihan, pertama membiarkan UU Ciptaker dibahas ulang oleh DPR dan kedua adalah mendesak dikeluarkan Perppu.
“Setelah kami kaji, pilihannya jatuh yang kedua. Jika dibahas di DPR hasilnya akan sama dengan sebelumnya. Ibarat kata pepatah, hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama untuk kedua kali. Kami tidak mau menjadi keledai,” kata Said dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (1/1).
Said pun tidak ingin UU Ciptaker dibahas kembali oleh DPR di tengah tahun politik. DIa menilai, partai politik sedang membutuhkan banyak biaya untuk menghadapi pemilu. Karena itu, pihaknya menduga akan ada dana berseliweran untuk memuluskan omnibus law.
Lebih lanjut, pihaknya juga berpandangan lahirnya Perppu sudah memenuhi syarat kedaruratan, yaitu tiga tahun berturut-turut upah tidak naik, outsourcing merajalela, banyak buruh yang dipaksa menerima paket pesangon dengan nilai kecil, bahkan hanya 0,5 persen terjadi akibat omnibus law.
“Berdasarkan pandangan di atas, pilihan metode pembahasan UU Cipta Kerja dengan pembahasan ulang oleh pemerintah dan DPR kami tolak,” kata Iqbal.
Namun, Said mengaku belum mengetahui isi Perppu yang dikabarkan sudah ditandatangani Presiden Jokowi. Dia memastikan jika ternyata isinya tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka Partai Buruh akan melakukan penolakan besar-besaran terhadap Perppu tersebut.
Partai Buruh pun sudah mengusulkan isi Perppu UU Ciptaker secara tertulis dan sudah didiskusikan dengan tim Kadin Indonesia, mencakup sembilan poin yaitu terkait dengan upah minimum, buruh meminta kembali ke UU 13/2003 dan PP 78/2015.
Kedua, terkait outsourcing, dia menilai tidak boleh ada outsourcing di kegiatan pokok dan outsourcing untuk kegiatan penunjang harus dibatasi. Lalu terkait pesangon, buruh meminta kembali ke UU 13/2003 sehingga pesangon bisa lebih besar.
“Hal lain adalah mengenai karyawan kontrak, harus ada batasan periode kontraknya. Di luar itu, buruh menolak PHK dipermudah, kepastian upah dibayar bagi buruh perempuan yang cuti haid dan hamil, tidak ada jam kerja yang fleksibel, pengaturan cuti harus tetap ada, dan sanksi bagi yang melanggar dikembalikan ke UU 13/2003,” tutup Iqbal.