Orang tua santri yang diduga korban penganiayaan senior di Pondok Pesantren (Ponpes ) Ma'had Izzatuna Kabupaten Banyuasin kembali mendatangi Polda Sumsel untuk memastikan kelanjutan laporan polisi yang sudah dibuatnya pada, Jumat (28/10).
Ibu korban, Ermawangi (49) tidak bisa menahan air matanya yang keluar saat menuturkan harapannya agar kasus dugaan penganiayaan yang dialami anaknya dapat diusut tuntas oleh polisi. Apalagi Ermawangi juga menyebutkan jika dia juga merupakan ibu Bhayangkari.
“Saya sebagai ibu Bhayangkari mohon sekali kepada bapak Kapolri, bapak Kapolda Sumsel dan bapak Kapolresta Banyuasin kiranya untuk terus membantu kami. Bantu agar anak kami memperoleh keadilan pak,” kata dia, Sabtu (29/10).
Saat ini, korban telah keluar dari rumah sakit pasca seminggu mendapat perawatan. Meski begitu korban yang masih duduk di bangku 1 SMP masih mengalami trauma penganiayaan yang dilakukan siswa NA yang duduk di kelas 3 SMA.
“Saya tidak pernah mengajarkan anak untuk berbohong, itu yang saya tanamkan sejak dia kecil. Saya juga tekankan, cerita yang jujur semuanya, apa yang sudah dia alami. Dan anak saya bilang dia dicekik sampai tidak bisa bernapas, lalu dia bangkit lagi terus ditonjok perutnya di depan ulu hati sampai susah lagi bernapas. Perlakuan itu sangat tidak saya terima,” kata dia.
Bahkan Ermawangi mengaku merasa kecewa atas sikap Ponpes Izzatuna yang tidak bertanggung jawab bahkan terkesan menutupi kejadian tersebut.
“Saya ingin pihak ponpes membuka kasus ini sejelas-jelasnya dan semestinya bersikap tegas serta menaruh perhatian. Anak saya mengalami trauma psikis. Sampai sekarang tidak mau sekolah, dia takut, trauma, itu yang sangat saya khawatirkan,” ujarnya.
Terpisah, Ryan Gumay, perwakilan kuasa hukum keluarga korban, menyorot soal pengakuan ponpes perihal kejadian yang dialami korban. Di mana Ponpes Izzatuna menyebut kejadian sebenarnya bukan penganiayaan melainkan terlapor yakni NA hanya mencengkram kerah baju korban.
“Dari Ponpes maupun orang tuanya bilang kejadian itu hanya memegang kerah. Ini yang perlu kami luruskan. Dalam perawatan di RS Bhayangkara, berdasarkan keterangan orang tua korban didapat beberapa bukti (luka). Salah satunya dibagian bokong. Ada juga pengakuan korban soal lambungnya dipukul, kemudian dicekik dan lain sebagainya,” ujar dia.
Hal itu dikatakan, keluarga korban beserta perwakilan Ponpes Izzatuna pernah menjenguk korban saat masih menjalani perawatan di RS Bhayangkara Moh Hasan Palembang.
Dalam pertemuan itu orang tua korban sempat ditawari kesepakatan damai agar tidak membawa persoalan ini ke jalur hukum.
“Ternyata dalam upaya damai itu ternyata ada draft yang disusulkan. Dalam draft perdamaian itu ada yang tidak kami sepakat beberapa hal. Sehingga tidak terealisasi secara konkret mengingat adanya Klausul Pasal yang tidak sejalan dengan harapan penyelesaian perkara ini ke depan,” kata dia.
Tidak hanya membawa permasalahan ini ke jalur hukum, kuasa hukum dan keluarga korban juga bakal mengadu ke DPRD Banyuasin. Langkah ini dirasa perlu untuk dilakukan mengingat keluarga korban sangat berharap adanya pertanggungjawaban dari Ponpes Izzatuna sebagai lembaga penyedia pendidikan.
“Dan akan kami lihat seperti apa bentuk pertanggungjawaban dari ponpes maupun keluarga terlapor. Karena sampai saat ini korban meski sudah keluar dari RS, namun masih mengalami trauma secara psikis. Nanti akan kami buktikan melalui resume dari dokter. Sebab korban juga disarankan melakukan fisioterapi ke depan. Mengingat kondisinya yang sampai saat ini masih trauma, bahkan tidak mau sekolah,” kata dia.