Ketua KPU Hasyim Asyari memberikan tanggapan dalam rangka menekan polarisasi dalam masa kampanye di Pemilu 2024. Pemilu bakal digelar 14 Februari 2024.
Namun, banyak masyarakat khawatir polarisasi selama kampanye Pemilu 2024 semakin marak. Terlebih karena keterbukaan informasi dan penggunaan media sosial.
Masa kampanye Pemilu 2024 akan mulai berjalan pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Hasyim menuturkan, KPU sebenarnya sudah mempunyai cara untuk menekan agar tidak ada polarisasi dalam kampanye.
“Sebetulnya di UU Pemilu sudah ada, ya. Yang harus kita pahami Pemilu dan Pilkada itu, kan, arena konflik untuk meraih kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan,” kata Hasyim usai audiensi dengan PP Muhammadiyah, Selasa (3/1).
“Tapi untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan itu yang dilarang adalah menggunakan kekerasan. Apakah itu kekerasan fisik atau kekerasan verbal,” lanjut dia.
Hasyim menjelaskan, jika berbicara masalah kekerasan fisik, di Indonesia sejauh ini relatif aman. Sebab tidak digunakan sebagai sarana untuk kompetisi dalam Pemilu atau Pilkada.
“Tetapi yang masif dirasakan, kan, kekerasan verbal, kan, menggunakan ujaran kebencian, hoaks, fitnah, dan segala macam dengan berbagai macam media,” kata Hasyim.
Lebih jauh, dalam rangka menekan polarisasi, aturan hingga sanksi sudah diatur dalam UU Pemilu. Sehingga tinggal komitmen dari semua pihak untuk menjalankan aturan yang sudah diatur dalam UU.
“Sebenarnya mekanisme larangan itu dan sanksinya di UU Pemilu sudah ditentukan. Tinggal sekarang ini komitmen berbagai pihak,” kata Hasyim.
Berikut bunyi sanksi atas pelanggaran aturan kampanye sebagaimana diatur dalam UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu:
Dalam hal terbukti pelaksana dan tim Kampanye Pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung atau tidak langsung untuk:
tidak menggunakan hak pilihnya;
menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu
dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;
memilih Pasangan Calon tertentu;
memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; dan/atau
memilih calon anggota DPD tertentu, dijatuhi sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 dan Pasal 284 yang dikenai kepada pelaksana kampanye Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk mengambil tindakan berupa:
Pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap; atau
Pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.
Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi Penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih.
Pasangan Calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai Pasangan Calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota oleh KPU.
Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
=Pemberian sanksi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menggugurkan sanksi pidana.