RUTENG-Penyidik Cabang Kejaksaan Negeri Manggarai di Reo bersama Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Manggarai Ruteng, resmi menetapkan Bediardus Aquino, Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Mutiara Bangsa Reok, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, sebagai tersangka kasus korupsi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini Bediardus ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler SMK Mutiara Bangsa Reo pada tahun anggaran 2019 dan 2020.
Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai, Bayu Sugiri, melalui Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Manggarai di Reo, Riko Budiman, dalam keterangan pers yang diterima media ini, Minggu (30/10) mengatakan, Bediardus ditetapkan sebagai tersangka usai penyidik mengantongi sejumlah bukti kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.
“Bahwa selama penyidikan telah dilakukan pemeriksaan terhadap 39 orang total saksi termasuk 1 orang saksi yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, telah dilakukan pemeriksaan terhadap 1 orang ahli dari Inspektorat Provinsi NTT serta telah didapat bukti surat LHP dari Inspektorat Provinsi NTT tentang perhitungan kerugian negara,” ungkap Riko.
Dijelaskan Riko, pemerintah pusat pada tahun 2019 telah mengalokasikan dana BOS ke SMK Mutiara Bangsa Reo untuk penyediaan pendanaan biaya operasional personalia dan nonpersonalia bagi sekolah yang bersumber dari dana alokasi khusus non fisik.
Berdasarkan SPJ Pengelolaan dana BOS SMK Mutiara Bangsa Reok Triwulan I, II, III & IV Tahun 2019, alokasi Dana BOS yang diterima oleh SMK Mutiara Bangsa Reok adalah sejumlah Rp 602.560.000, atau mencapai seratus persen.
Kemudian, pada Tahap I, II dan III Tahun 2020, alokasi dana BOS yang diterima oleh SMK Mutiara Bangsa Reok sejumlah Rp 898.080.000 dengan realisasi penggunaannya mencapai seratus persen.
Meski demikian, lanjut Riko, Surat Keputusan Pembentukan Tim Manajemen BOS tidak pernah dibuat oleh BA sehingga Tim Manajemen dana BOS yang ditunjuk berdasarkan hasil rapat guru-guru tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Parahnya lagi, laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS tahun anggaran 2019 dan 2020 disusun oleh BA sendiri dan baru disusunnya pada saat Tim Kejaksaan datang memeriksa di sekolah itu.
“Bahwa Bediardus selaku Kepala Sekolah dan Penanggung Jawab Pengelolaan dana BOS tidak pernah melakukan kesepakatan dan membuat keputusan bersama dengan Tim Manajemen Bos Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah yang dituangkan dalam Berita Acara Rapat yang ditandatangani oleh peserta rapat dalam penyusunan Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah, sebagai ketentuan dalam Juknis pengelolaan dana BOS sehingga Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS) disusun oleh Sdr. BA sendiri,” terang Riko.
Selanjutnya saat diperiksa penyidik Kejari, ungkap Riko, terdapat belanja yang tidak sesuai komponen pembiayaan SMK, belanja fiktif, kelebihan pembayaran honor guru komite dan belanja lain yang tidak dapat dibuktikan dan tidak dapat dijelaskan oleh Bediardus selaku penanggung jawab sehingga mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara pada tahun anggaran 2019 dan 2020, senilai Rp 555.000.000.
Dengan begitu, Bediardus disangka melanggar Primair: Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; Subsidair: Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Meski demikian, tambah Riko, pihaknya belum melakukan penahanan terhadap Berdianus.
“Penyidik segera akan melakukan Tahap I atau melimpahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum,” tutupnya.