Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM ) mengungkapkan telah merampungkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) rancangan undang-undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Hal tersebut dikonfirmasi Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. Dia mengatakan, pemerintah memutuskan tidak memasukkan skema power wheeling.
“Kita sudah memutuskan kalau yang untuk DIM RUU EBET tidak ada power wheeling-nya,” ujarnya kepada wartawan di kawasan Gedung Sate, Bandung, Minggu (4/12).
Dadan menjelaskan, pertimbangan urungnya regulasi mengenai skema power wheeling tersebut karena memang pada dasarnya, draf RUU inisiatif DPR tersebut tidak mencantumkan skema power wheeling.
Meski begitu, dia enggan membeberkan alasan lebih lanjut kenapa akhirnya Kementerian ESDM sepakat untuk tidak memasukkan aturan skema tersebut.
“Ini kan dari awal di DPR juga tidak ada power wheeling-nya, terus di pemerintah dibahas ESDM mengusulkan ada power wheeling, tapi kesepakatan di pemerintahnya tidak,” jelasnya.
Selain itu, Dadan juga mengungkapkan pemerintah sudah merampungkan DIM sebanyak 574 poin. Pihaknya juga sudah melaporkannya kepada Komisi VII DPR untuk kemudian dibahas bersama-sama.
“Secara fisik sudah tapi ini kan harus ada paraf dari semua (pihak), ini dalam proses paraf ini. Jadi secara formalnya belum, kan nanti itu Surat Presiden. Tapi sudah disampaikan secara substansi,” tandasnya.
Sementara itu, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menambahkan isi DIM RUU EBET tersebut menekankan bahwa PT PLN (Persero) wajib untuk memenuhi Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hijau.
“Ini dulu yang kita masukin, nanti kan DIM ini otomatis akan dibahas dan melibatkan banyak masukan stakeholder,. Intinya nanti masuk energi bersih, energi hijau, masuk energi hijau,” kata Arifin.
Adapun power wheeling adalah skema penggunaan jaringan listrik bersama antara PT PLN (Persero) dan pembangkit swasta (independent power producer/IPP). Wacana diaturnya skema ini di RUU EBET menuai banyak pro dan kontra.
Sebelumnya, Pengamat energi IRES Marwan Batubara memaparkan beberapa dampak negatif jika pemerintah menerapkan skema power wheeling. Pertama, dia menilai akan ada peningkatan subsidi listrik di APBN serta naiknya tarif listrik di level konsumen.
Hal tersebut akibat IPP dapat menjual listrik langsung kepada konsumen melalui konsep multi buyers multy sellers (MBMS). Sebelumnya, pasokan listrik IPP hanya dapat dibeli dan dijual kembali oleh PLN sesuai konsep multi buyers single sellers (MBSS) yang menyebabkan terjadi oversupply listrik.
“Dengan skema power wheeling, di samping oversupply listrik yang telah mencapai 50-60 persen, seharusnya cukup 20 persen, tidak akan terserap atau berkurang signifikan, maka pelanggan premium PLN yang biasanya mengkonsumsi daya besar dan menguntungkan PLN, akan dimangsa oleh IPP,” jelas Marwan.
Sehingga, menurut Marwan, pangsa pasar atau pendapatan PLN akan turun, disertai kenaikan tarif listrik, kemampuan cross-subsidi PLN ke daerah-daerah terpencil atau rendah konsumen akan berkurang, dan beban subsidi listrik APBN akan naik.