Majelis hakim yang mengadili kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat mengomeli terdakwa lagi. Kali ini yang kena adalah Arif Rachman Arifin.
Dia merupakan terdakwa kasus perintangan penyidikan pembunuhan Yosua saat bersaksi untuk terdakwa lain: Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (22/12).
Hakim mengomeli Arif karena dinilai melakukan hal janggal dan tidak lazim dalam melakukan pemeriksaan awal terhadap peristiwa tewasnya Yosua di Duren Tiga.
Saat itu, Arif memang salah satu anggota polisi yang datang ke TKP karena dipanggil Ferdy Sambo. Ia masih menjabat sebagai Wakaden B Karo Paminal.
Ketika tiba di lokasi, Arif mengaku melakukan interogasi terhadap Putri Candrawathi yang saat itu mengaku dilecehkan Yosua. Peristiwa itu disebut memicu tembak-menembak antara Yosua dan Richard Eliezer. Yosua tewas.
Karena dalam cerita yang diterimanya berkaitan dengan pelecehan seksual, Arif mencoba mengkonfirmasi itu ke Putri. Namun saat itu, kata Arif, istri Sambo itu hanya menangis.
Sehingga keterangan terkait kekerasan seksual yang diterima Putri, hanya berdasarkan cerita versi Ferdy Sambo. Karena itulah, hakim kemudian mengomeli Arif yang pernah dua kali menjabat kapolres itu.
Sebab, hakim menilai apa yang dilakukan Arif itu tidak lazim, menulis wawancara Putri dari jawabannya yang disampaikan Sambo.
“Saudara di tanggal 8 [Juli 2022] sudah ketahui ada tembak menembak setelah Saudara datang ke rumah sakit. Tapi tidak tahu siapa yang meninggal. Kemudian di tanggal 9 [Juli 2022] Saudara datang diminta untuk mewawancarai?” tanya hakim.
“Sore jam 3 di tanggal 9 [Juli 2022],” kata Arif.
“Wawancarai PC? Saudara yang kemudian mencatat karena Ferdy Sambo mengatakan PC tidak bisa diajak komunikasi dan untuk menulis. Bahkan kemudian Ferdy Sambo yang menceritakan kejadian itu. Lazim enggak itu?” tanya hakim meninggi.
“Karena saya melihatnya Ibu Putri waktu itu menangis,” ungkap Arif.
“Saya bertanya lazim tidak, kok orang yang jadi korban, kok orang lain yang cerita?” tanya hakim lagi.
“Saya lihatnya suaminya Yang Mulia,” kata Arif.
“Pertanyaannya lazim atau tidak? Bisa seperti itu?” tanya hakim lagi dengan nada bicara meninggi.
“Kalau dibantu biasanya orang sakit,” jelas Arif.
“Pernah seperti itu?” kejar hakim.
“Kalau melihat langsung belum pernah saya,” kata Arif.
“Nah, itu paling tidak diberi waktu sampai dia siap,” kata hakim menimpali.
“Saya sudah tanyakan, Yang Mulia,” kata Arif.
“Betul, tapi dia, kan, bersikeras, ya, sudah periksa saja. Ada kejanggalan di situ menurut Saudara?” tanya hakim.
“Kalau di situ saya belum lihat,” kata Arif.
“Kemudian Saudara pada hari itu diminta datang ke Polres untuk lapor apa yang saudara tulis supaya diserahkan dan jangan sampai nanti disebarluaskan. Betul seperti itu?” tanya hakim mengkonfirmasi lagi.
“Itu besoknya, ke Polres saya serahkan catatan tadi,” kata Arif.
“Saudara menyerahkan itu ke Polres dengan catatan dari Ferdy Sambo apa?” tanya hakim.
“Untuk tidak menyebar. Saya sampaikan (ke penyidik Polres Jaksel) ini buat draft pernyataan untuk Bu Putri. Dibuat draft-nya supaya kata Pak Ferdy tidak lama riksa Bu Putri,” jawab Arif.
Catatan Arif dari pemeriksaan Putri berdasarkan keterangan Sambo itu kemudian dibawa ke Polres Jakarta Selatan. Tujuannya, agar Putri tidak harus berlama-lama diperiksa penyidik Jaksel lagi. Hal tersebut atas perintah Sambo karena pemeriksaan Putri itu dianggap sebagai aib.
Tak puas dengan jawaban tersebut, hakim kembali mencecar Arif. Hakim mempertanyakan kembali mengapa dia mencatat poin yang harus ditanyakan penyidik kepada Putri berdasarkan penjelasan Sambo.
“Habis itu anggota Polres Jaksel datang (ke rumah Saguling). Catatan itu dikembalikan ke saudara?” tanya hakim.
“Dikembalikan,” jawab Arif.
“Jadi buat apa Saudara catat dan serahkan ke sana?” tanya hakim.
“Buat dibaca persiapan bikin draft berita acaranya Bu Putri, kan mau tanya Bu Putri malam itu,” jawab Arif lagi.
“Iya kan pertanyaannya jadi malah seperti ini, kenapa disiapkan untuk bertanya seperti yang saudara catat” tanya hakim.
“Saudara kan sebagai penyidik kalau ada seperti itu apakah itu tidak seperti semacam dikondisikan untuk bertanya seperti itu? karena sudah diberi tahu kalau nanti bertanya udah lah tanya sekitar ini aja biar enggak lama-lama?” timpal hakim.
“Kalau biasanya kami Yang Mulia mau menyiapkan draft BAP sudah ada gambaran dulu mau bertanya apa,” ucap Arif yang sudah bertugas sebagai polisi selama 20 tahun.
“Nah kan kepada orangnya langsung bukan dari hasil orang berbicara,” kata hakim.