Pemerintah telah membatasi sejumlah ekspor bahan mentah, seperti nikel dan bauksit. Bahkan rencananya, ekspor timah juga akan dilarang.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengantisipasi imbas pembatasan ekspor bahan mentah tersebut ke penerimaan bea keluar tahun ini. Adapun di tahun lalu, realisasi penerimaan bea keluar sebesar Rp 39,82 triliun atau naik 15,18 persen (yoy).
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan, bea keluar akan mengalami penurunan di tahun ini. Namun ia memastikan, Bea Cukai telah mengantisipasi agar penerimaan bea dan cukai tetap tumbuh di tahun ini.
“Kami yakin itu mempunyai nilai tambah ke aspek ekonomi lainnya dari hilirisasi itu bisa menambah nilai ekonomi dan dampak lainnya yang cukup signifikan,” ujar Dirjen Bea dan Cukai Askolani di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (14/2).
Untuk itu, sambungnya, salah satu modal yang dimiliki adalah dengan extra efforts dan joint program yang telah dilakukan bersama pajak dan bea cukai. Joint program tersebut meliputi joint analysis Rp 163,78 miliar, joint audit Rp 1,58 triliun, joint investigation Rp 51,37 miliar dan joint collection Rp 271,21 miliar.
“Dengan extra efforts dan joint program yang kami lakukan dengan pajak dan bea cukai menjadi salah satu modal kami dan juga dari sengketa banding cukup tinggi kemenangan yang didapat oleh bea cukai 2022,” ungkap Askolani.
Ia menambahkan salah satu modal untuk mendukung penguatan ekspor dan impor Indonesia ialah neraca perdagangan yang selama 2 tahun terus mengalami kenaikan. Sebab, neraca perdagangan 2022 berhasil mencapai Rp 54,45 miliar atau tumbuh 53,7 persen dari Rp 35,42 miliar di 2021.
Menurutnya komposisi ekspor cukup tinggi. Ekspor berhasil tumbuh 26,1 persen (yoy) utamanya didorong oleh pertumbuhan ekspor non migas. Lalu, impor juga tumbuh 21,1 persen (yoy) yang dipengaruhi dari pertumbuhan migas dan non migas.
“Selain volume, harga juga menentukan kenaikan daripada ekspor ini tentunya dengan pengendalian impor yang tetap dilakukan oleh kita secara seimbang sesuai dengan kebutuhan ekonomi di domestik,” pungkasnya.
Selama tahun lalu, realisasi penerimaan sektor kepabeanan dan cukai mencapai Rp 317,78 triliun. Penerimaan ini dinilai selama 5 tahun terakhir melampaui target rata-rata 106,2 persen.
Secara rinci, realisasi penerimaan bea dan cukai berasal dari bea masuk yang mencapai Rp 51,08 triliun atau naik 30,56 persen secara tahunan (year on year/yoy). Kemudian, cukai Rp 226,88 triliun atau naik 16,04 persen (yoy) dan bea keluar Rp 39,82 triliun atau naik 15,18 persen (yoy).
“Alhamdulillah di tahun 2022 ini penerimaan kami mencapai Rp 317,78 triliun atau 106 persen di atas target,” kata Askolani.