27 C
Jakarta
Kamis, Maret 23, 2023

Daftar Hitam Konser Musik Telan Korban Jiwa: Woodstock hingga AACC 2018

Konser dan festival musik semakin ramai diadakan usai pagelaran ini sempat tak nampak pelupuknya kala pandemi COVID-19 mengancam global. Akhirnya di pertengahan 2022, penikmat musik dapat kembali menikmati secara langsung musisi favorit mereka bernyanyi di atas panggung.
Namun, selama 2 tahun konser tak diselenggarakan itu, justru beberapa konser hingga festival musik saat ini banyak yang berakhir ricuh dan terpaksa harus dihentikan ketika acara masih berlangsung. Mayoritas pertimbangan konser tersebut dihentikan adalah karena alasan keselamatan.
Mitigasi tersebut dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa akibat kerumunan yang akhir-akhir ini kerap terjadi. Mirisnya, insiden stampede pernah terjadi di beberapa penyelenggaraan konser maupun festival musik hingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Lantas, apa saja konser maupun festival musik tersebut?
Konser Sheila On 7
Sheila On 7 merupakan band asal Yogyakarta yang hingga saat ini masih digandrungi banyak masyarakat Indonesia. Namun, dua konser Sheila On 7 yang diadakan di GOR Saburai, Bandarlampung pada 19 November 2000 dan di Stadion Lambung Mangkurat, Banjarmasin pada 23 Februari telah menelan korban jiwa.
Peristiwa tahun 2000 di GOR Saburai terjadi lantaran penonton dari luar gedung merangsek masuk di saat gedung tersebut hanya memiliki kapasitas 1.000 orang. Sementara, panitia kedapatan menjual 4.000 tiket, kericuhan itu pun tak terkendali. Akibatnya, 4 orang tewas karena kehabisan oksigen Sementara, pada 2004, konser SO7 kembali menelan korban jiwa sebanyak 4 orang.
Gedung Asia Africa Culural Center (AACC)
Konser grup band Beside di Gedung AACC, Bandung, Jawa Barat pada 9 Februari 2008. Tak tanggung-tanggung, 11 orang tewas akibat kerumunan konser tersebut.
Saat itu banyak orang merangsek masuk ke dalam arena gedung AACC yang hanya berkapasitas 400 orang. Akhirnya, panitia mengizinkan mereka yang memaksa masuk dan membuat penonton membeludak mencapai 1000 orang. Akibatnya, 3 orang pun ditetapkan sebagai tersangka.
Konser Ungu
Tragedi terjadi di konser musik grup band Ungu pada 19 Desember 2006. Setidaknya 10 orang tewas akibat 13 ribu orang masuk ke arena konser.
Padahal saat itu arena Stadion Widya Manggala Krida, Pekalongan, Jawa Tengah hanya dapat menampung kapasitas sebanyak 3 ribu orang. Buntut dari kasus tersebut, 4 orang panitia penyelenggara akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pihak Kepolisian.
Festival Woodstock '99
Festival musik terbesar di Amerika, Woodstock tahun 1999 menjadi tragedi yang memilukan. Konser ini berlokasi di Rome, New York, Amerika Serikat yang diadakan pada 22 hingga 25 Juli 1999. Berawal dari cuaca yang sangat panas, pengunjung saat itu sangat kehausan dan lapar, namun makanan dan minuman yang dijual saat itu harganya sangat mahal dan jumlahnya terbatas.
Penonton pun mulai ricuh, mereka nekat membobol ATM. Di tambah dengan toilet yang terbatas, penonton semakin marah, banyak juga dari mereka yang mensabotase pipa-pipa penyalur, lantaran membutuhkan air. Keadaan semakin chaos dan 3 orang tewas akibat insiden tersebut.
Festival Love Parade
Love Parade jadi salah satu sejarah paling kelam dalam perduniaan festival musik. Setidaknya 21 orang tewas akibat festival tersebut. Love Parade digelar di Duisburg, Jerman pada 24 Juli 2010.
Insiden ini dimulai dari penonton merangsek masuk melalui lorong bekas rel yang membuat kepanikan massa tak terbendung. Polisi setempat melaporkan, setidaknya 1,4 juta orang memadati festival tersebut. Banyak warga saat itu yang meninggal dan cedera akibat terjatuh. Polisi pun tidak menghentikan festival tersebut untuk mencegah terjadinya kepanikan massa yang lebih besar.
Astroworld Festival
Acara musik Astroworld Festival yang menampilkan rapper Travis Scott pada 5 November 2021 lalu telah menewaskan 10 orang. Saat itu, 50.000 penonton disebut mendesak ke arah panggung dan mulai jatuh pingsan.
Keadaan pun semakin kacau, korban meninggal mulai berjatuhan saat Travis Scott tengah aksi di atas panggung. Beberapa kali ia juga menghentikan penampilannya saat melihat beberapa orang pingsan. Dari laporan tim medis, mereka yang tewas diakibatkan oleh asfiksia, yaitu kadar oksigen dalam tubuh berkurang.
Konser Fally Ipupa
Konser Fally Ipupa di Stadium of Martyrs, Kinshasa, Kongo pada 29 Oktober 2022 kemarin berakhir mengenaskan. Antusias penonton tak terbendung dan menyebabkan 80.000 orang saling berdesakan di dalam arena.
Akibatnya, 11 orang dilaporkan tewas, termasuk 2 orang polisi. Nahasnya peristiwa terjadi beberapa jam setelah tragedi Halloween di Itaewon yang menewaskan orang terjadi.
Konser The Who
Konser The Who pada 3 Desember 1979 di Cincinnati Riverfront Stadium, Ohio telah menewaskan 11 orang. Saat itu, 18.000 tiket telah terjual. Namun, anehnya, pihak Kepolisian hanya ada 25 orang.
Pintu masuk arena juga tak kunjung dibuka, padahal The Who pada saat itu sudah terdengar melakukan persiapan di atas panggung. Alhasil, penonton mendobrak pintu dan saling berebut mendapatkan tempat terdepan. Beberapa di antara mereka terinjak-injak, karena situasi yang terlalu berdesakan.
Roskilde Festival
Sebuah konser rock bertajuk Roskilde Festival di Roskilde, Denmark pada 30 Juni 2000 telah menewaskan 9 orang. Setidaknya 100.000 orang memadati festival di saat hujan deras mengguyur acara tersebut.
Konser Callejeros
Angka kematian Konser Callejeros pada 30 Desember 2004 berlokasi di Cromanon, Buenos Aires, Argentina mencapai 194 orang. Hal ini disebabkan karena penonton yang sangat membeludak. Saat itu penonton yang berada di konser tersebut mencapai 3.000 orang.
Jumlah tersebut besarannya 3 kali lipat dari kapasitas venue yang disediakan. Mereka pun berjibaku penuh sesak dan sulit bernapas. Situasi semakin kacau saat seorang penonton menyalakan kembang api, ditambah lagi dengan emergency exit yang sangat terbatas.
Deretan kematian yang terjadi di tengah-tengah konser dan festival musik mayoritas diakibatkan oleh jumlah penonton yang melebihi kapasitas. Hal ini membuat seseorang sulit bernapas, karena berdesak-desakan.
Peneliti keamanan dan ketahanan kesehatan global Griffith University Australia, Dicky Budiman menyampaikan memperhatikan kapasitas merupakan hal sangat penting dalam sebuah acara yang mengharuskan adanya kerumunan.
Menurutnya, satu orang paling tidak memiliki ruang dengan ukuran 1 meter persegi. Jadi perhitungannya, bila ada 1.000 orang, setidaknya venue acara harus memiliki lebih dari 1.000 meter persegi.
“Kapasitas ideal untuk event seperti itu (konser), paling tidak 1 meter persegi per orang atau individu. Jadi kalau ada 1.000 meter tidak boleh lebih dari 1.000 orang. Itu juga belum dikurangi bangunan-bangunan. Ini yang harus dilihat dari kapasitas, agar tidak berdesak-desakan,” jelas Dicky kepada kumparan Sabtu, (5/11).

Related Articles

Stay Connected

0FansSuka
5PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles