Pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar , Agus Sujatno, ternyata merupakan mantan narapidana yang masih berstatus merah dalam program deradikalisasi BNPT. Dalam insiden itu, satu polisi meninggal dan 10 orang lainnya luka-luka.
Belakangan muncul pertanyaan, kenapa Agus bisa bebas dari pengawasan meski berstatus napiter merah?
Terkait hal itu, Deputi II BNPT Irjen Ibnu Suhaendra mengatakan, status merah itu disematkan kepada mantan narapidana yang menolak mengikuti program deradikalisasi.
Agus merupakan salah satu narapidana yang menolak mengikuti program itu ketika menjalani penahanan di Nusakambangan.
“Pelaku ini di dalam penjara kita berikan deradikalisasi di Nusakambangan tapi pelaku menolak untuk menerima program. Kita terus berupaya melakukan pendekatan kepada pelaku, namun pelaku ketemu saja tidak mau, dikasih program juga menolak,” kata Ibnu di Mapolrestabes Bandung, Kamis (8/12).
Menurut Ibnu, paham radikal yang telah dianut oleh Agus begitu kuat sehingga berbagai upaya pendekatan yang dilakukan ditolak oleh Agus. Kemudian, setelah bebas, BNPT bersama tim intelijen pun melakukan pemantauan terhadap Agus yang masih berstatus merah.
“Hasil dari kelompok radikal melakukan doktrin yang sangat kuat sehingga dia tetap pada pendiriannya,” ujarnya.
Ibnu mengeklaim proses pengawasan dan pendampingan terhadap Agus dilakukan selama 24 jam. Namun begitu, ternyata Agus masih sempat lolos dari pengawasan dan melakukan aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar.
“Itulah yang terjadi, setelah keluar dari penjara pergaulannya ternyata masih di kelompoknya, tarik-menarik antara kelompok yang keras radikal berusaha menarik mereka,” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, bom bunuh diri meledak di Mapolsek Astana Anyar pada Rabu (7/12). Akibat kejadian itu, 11 orang yang terdiri dari 10 anggota kepolisian dan seorang warga sipil menjadi korban.